Senin, 27 Agustus 2007

300 Tahun


Inilah kain sutra sasirangan tua yang diperoleh di Marabahan, Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan. Usianya diperkirakan sekitar 300 tahun. Kondisinya sudah tidak utuh lagi.

Oleh pemiliknya, Ida Fitria Kusuma, peninggalan nenek moyang ini akan tetap dipelihara, meski sempat ditawar oleh orang asing. Ia mendapatkan kain ini melalui barter dari pemilik sebelumnya. Ida mendapatkan hadiah dua lembar kain sutra sasirangan tua dari seorang wanita yang minta dibuatkan olehnya sasirangan. Salah satu telah dihibahkan ke Museum Tekstil Jakarta di Tanah Abang.

Ida adalah perajin yang berjasa mengembangkan sasirangan menjadi komoditas andalan Kalsel pada tahun 80-an. Ia melatih sejumlah kelompok belajar usaha sasirangan di Seberang Masjid (yang kini menjadi sentra usaha sasirangan di Kota Banjarmasin, red).

Sebelum menjadi busana biasa, sasirangan tadinya adalah kain pamintan yang sakral dan penuh 'aturan'. Proses pengembangan sasirangan berjalan mulus, setelah ada restu dari Putri Junjung Buih. Dalam Hikayat Banjar, sang putri pernah memesan kain ini kepada 40 gadis suci untuk persyaratan naiknya ia dari dalam air ke darat. Satu versi menyebut, Putri Junjung Buih adalah putri dari Nabi Khaidir.

Masjid Jami


Masjid Jami di Jalan Masjid Sungai Jingah adalah masjid tua pindahan dari masjid di Jalan Teluk Masigit. Masjid ini dibangun dengan semangat gotong royong dari semua warga Banjarmasin.

Kaum ibu (bahkan nenek-nenek) dari Kuin, Ujung Murung, wilayah sekitar Banjar bahu-membahu menggangkut tanah dari perahu dinaikkan ke darat bersama kaum pria untuk 'menembok' (meninggikan tanah) tempat lokasinya berdirinya bangunan baru. Peristiwanya terjadi sekitar tahun 1935.

Tukang yang membangun berasal dari Sungai Jingah. Mesjid semula di Jalan Panglima Batur kini menjadi bangunan mushala.

Ikan Patin

Pernah makan ikan patin? Patin adalah ikan air tawar yang dagingnya empuk dan tak bertulang. Di Banjarmasin, ada sebuah rumah makan patin yang layak dikunjungi. Namanya: Depot Sari Patin, pemiliknya pasangan Geman Yusup dan Diana.

Membuat Koran


Koran Indonesia Merdeka terbitan Banjarmasin edisi Juli 1973. Lihatlah materi beritanya:

"Di Kalsel supaya dikembangkan pula peternakan Itik/Sapi".

"Produksi beras Kalsel cukup dan tidak dikuatirkan".

PELABUHAN BANJARMASIN SEKILAS LINTAS:
"Semua bentuk penyeludpan beras di dalam daerah Pelabuhan BMasin akan dikikis habis"

Pendiri koran ini adalah (alm) Gusti Soegian Noor. Semula terbit dengan nama Suara Kalimantan, pada 5 Oktober 1945. Berubah nama menjadi Indonesia Merdeka pada tahun 1950. Masih terbit dengan alamat redaksi Jalan Masjid Jami, Kampung Gusti.

Sasirangan Pengobatan






Sasirangan dikenal bahan busana yang cukup indah. Semula popularitasnya belum dikenal seperti sekarang. Sasirangan mulai terangkat sejak tahun 80-an berkat peran sejumlah tokoh perajin dan budayawan Banjar.

Diantara yang layak disebut adalah Ida Fitria Kusuma (perajin yang bersemangat mengajar proses pembuatan sasirangan saat itu), Ideham Suriansyah dan Addi Maswardi (yang menjadi orang-orang pertama yang mengenakan kain sasirangan untuk busana) serta HM Said, gubernur Kalsel saat itu, yang mewajibkan pemakaian sasirangan menggantikan baju wajib Korpri.

Sisi lain yang menarik dari sasirangan adalah sebagai kain pamintan untuk fungsi pengobatan. Anda mungkin tak percaya. Tapi begitulah fakta di lapangan. Masih ada yang datang berhajat penyembuhan penyakit tertentu melalui ritual sasirangan. Yang bisa menyembuhkan pun hanyalah dari tutus keturunan pegustian Banjar. Mereka bergelar Antung atau Gusti. Yang masih aktif adalah Antung Mulik dan anaknya Antung Rahmiah. Antung Mulik adalah saudara Antung Kacil, 'dukun' kharismatik ahli pengobatan sasirangan terkenal di Kampung Seberang Masjid.

Minggu, 26 Agustus 2007

Dalang Rundi




Dalang Rundi, 70 tahun, asal Hamalau, Kandangan, Kabupaten Hulu Sungai Selatan tetap setia menjalankan profesi sebagai dalang wayang kulit Banjar. Ia murid dalang legendaris Ki Dalang Tulur asal Kampung Barikin, Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Rundi tampil memikat Jumat (27 Juli 2007) malam lalu saat menyuguhkan lakon 'Antara Tugas dan Cinta' di halaman LPP-RRI Banjarmasin, memeriahkan acara Panggung Budaya Banjar. Cerita dihentikan di tengah jalan karena keburu disergap waktu Subuh.

"Dengan terpaksa cerita kita hentikan sampai di sini. Lain kali kalau ada waktu kita lanjutkan lagi. Kalau tidak bisa mengerjakan yang lima waktu, paling tidak kita bisa menghormati waktu (berhenti bermain saat waktu shalat Subuh masuk, red)," ujar Rundi, menutup pertunjukannya yang dihadiri sekitar 80-an penonton.

yang muda belajar tari

Didik Nini Thowok datang ke Banjarmasin, 19 Agustus 2007 lalu. Mendengar ada seorang maestro tari klasik Banjar, Didik 'memaksa' diantar ke tokoh tari itu. Maka meluncurlah kami ke kediaman Ibu Yurliani Djohansyah di Jalan Flamboyan, di daerah Kayu Tangi, Banjarmasin.

Wayang Banjar

Wayang Banjar

Jumat, 24 Agustus 2007

Dua Maestro Tari




Didik Nini Thowok baru saja tampil di Gedung Mahligai Pancasila, Banjarmasin, Minggu (19/8/2007) malam. Ia hadir untuk memeriahkan acara Hari Jadi Provinsi Kalsel ke-57, yang jatuh pada 14 Agustus.

Besoknya, begitu mendengar ada seorang maestro tari klasik topeng Banjar, sontak Didik 'memaksa' diantar ke kediaman Ibu Yurliani Djohansyah. Yurli, 80 tahun, sebenarnya sedang tidak dalam kondisi fit, tapi semangatnya bangkit karena Didik berhasil merayunya untuk memperlihatkan sedikit contoh gerakan tari klasik Banjar.

Jadilah Senin (20/8/2007) siang itu terjadi kolaborasi langka dua maestro. Aksi Didik dan Yurli ini sempat direkam untuk keperluan dokumentasi film dokumenter perjalan tari Didik Nini Thowok.