HARI-HARI Hj Sabah sepanjang bulan suci Ramadhan ini hingga menjelang Idul Fitri merupakan hari dan bulan pengabdian. Ia mendapat amanah tidak ringan yakni menyiapkan makanan berbuka bagi warga banua atau musafir yang berbuka puasa di Masjid Raya Sabilal Muhtadin.
Setiap hari dari pagi hingga menjelang Maghrib, Hj Sabah berkutat dengan bubur. Puluhan tahun amanah itu ia jalani tanpa mengeluh. Tepatnya seiring berdirinya Masjid Raya Sabilal Muhtadin sekitar awal tahun 1980-an. Bubur Sabilal, demikian jamaah menyebut bubur olahan Hj Sabah.
Mulanya tugas itu dipegang oleh ibu mertuanya Hj Badariah. "Saya membantu ibu memasak bubur untuk menu berbuka jamaah Masjid Sabilal pada zaman Badan Pengelola dipegang Guru Rafie Hamdi. Waktu itu zaman duit pecah (uang pecahan dari hasil sumbangan jamaah masjid) sampai sekarang pakai (dana) anggaran," ujar Hj Sabah (55 tahun) saat ditemui di kediamannya di Jalan Antasan Kecil Timur RT 11.
Dibantu oleh dua orang tetangganya, Hj Sabah memulai pekerjaan dengan merebus air pada pukul 07.00. Pada jam 10.00 tiga kawah pertama (berisi bubur) ia selesaikan. Pekerjaan berlanjut hingga ia menyelesaikan pekerjaan memasak bubur (9 kawah) sekitar jam 14.00.
"Tiap hari sekitar 3 blek (20 liter beras) yang cukup untuk sekitar 900 piring," kata istri H Anang Jarkasi, pensiunan pegawai pemda ini.
Bubur Sabilal olahan Hj Sabah merupakan bubur sop dengan unsur beras, kentang, wortel, daging, telur, ayam iris, rempah-rempah dan minyak samin.
"Bumbu rempah-rempahnya sudah saya siapkan jauh hari. Resepnya rahasia," ujar ibu anak dan nenek dari 3 cucu ini, seraya tersenyum. Yang susah pasti, ia tiap hari mesti menyiapkan telur 200 biji, daging 7 kg dan ayam 5 ekor, dan 40 liter minyak tanah untuk bahan bakar memasak bubur.
Selain melayani Masjid Sabilal, ada juga beberapa pelanggan
tetap di kota ini yang menyiapkan bubur sebagai hidangan menu berbuka puasa. "Yang sudah langganan Masjid Ratu Zaleha dan beberapa panti asuhan, pembeli perorangan serta warga sekitar sini," ungkap Hj Sabah yang di luar Ramadhan melayani memasak daging aqiqah dan katering untuk pengantin (soto dan aneka masakan).
Bubur yang telah masak kemudian ditaruh di dalam beberapa termos berukuran masing-masing antara 60 sampai 75 porsi. Tepat jam 16.30 bubur-bubur pesanan diantar ke Masjid Sabilal Muhtadin dengan mobil pick-up. Tak sempat beristirahat lama, Hj Sabah, dibantu 3 tenaga dan petugas masjid dengan telaten menyendok Bubur Sabilal yang masih panas dan wangi dan membaginya ke ratusan piring yang sudah disiapkan.
"Habis Maghrib baru tugas saya selesai. Dukanya, kalau pas memasak kompor macet karena akan terlambat juga mengantar ke masjid. Sukanya, ada kebahagiaan melihat orang berbuka dengan bubur hasil masakan kita," ujar Hj Sabah.
Melakukan pekerjaan melayani pesanan memasak bubur dalam jumlah besar 1000 hingga 2000 porsi sudah biasa ia lakukan. Karena itu kecelakaan kecil seperti terkena percikan panas air bubur ke tangan sudah tidak sekali dua. Seorang pekerjanya bahkan pernah terkena tumpahan bubur panas hingga harus beristirahat cukup lama karena kakinya melepuh.
"Pernah saya ditawari oleh panitia untuk membuat bubur sebanyak 3000 porsi untuk pemecahan rekor MURI, tetapi saya tolak karena tak sanggup kalau kerja sendirian," katanya.
Pernah, cerita dia, karena ingin ganti suasana panitia memutuskan menu berbuka selang-seling bubur dengan nasi. "Tapi ini cuma berlangsung dua hari, karena kalau nasi banyak yang terbuang. Sehingga menunya dikembalikan ke bubur," pungkas Hj Sabah. (atwoel)